Mengenal Pajak Ditanggung Pemerintah

Bryan | 2023-30-11 18:33:34 | 5 months ago
article-sobat-pajak
Mengenal Pajak Ditanggung Pemerintah

Jakarta - Pemerintah baru-baru ini mengumumkan bahwa PPN dari transaksi pembelian rumah atau properti di bawah Rp 2 miliar akan ditanggung oleh pemerintah. Hal ini dilakukan untuk membantu masyarakat membeli rumah serta meningkatkan ekonomi negara. Menteri Keuangan ibu Sri Mulyani menjelaskan, bahwa insentif PPN ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah atau properti di bawah Rp 2 miliar akan berlangsung selama 14 bulan dan dimulai pada November ini.

Dimana dari November 2023 hingga Juni 2024, insentif PPN DTP yang diberikan sebesar 100%. Dan insentif DTP Juli 2024 hingga Desember 2024 yang diberikan sebesar 50%. Pemerintah pun menyiapkan total anggaran sebesar Rp 2 triliun untuk mendukung proyek ini. Anggaran tersebut terbagi dalam 2 tahun anggaran. Dimana pada tahun 2023 sebesar Rp 300 miliar dan 1,7 triliun untuk tahun 2024. Namun, apakah itu Pajak yang Ditanggung Pemerintah?

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92 Tahun 2023, mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggung jawaban atas pajak ditangung pemerintah. Pajak Ditanggung Pemerintah adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara.

Dengan adanya insentif pajak ini, bukan berarti setiap transaksi tidak dilakukan pemungutan pajak. Melainkan, atas transaksi tersebut pajak terutang yang seharusnya menjadi tanggungan pihak pembeli akan dibayarkan oleh pemerintah dengan sumber dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah ditentukan sebelumnya.

Selain untuk pembelian rumah atau properti dengan harga di bawah Rp 2 miliar, fasilitas Pajak Ditanggung Pemerintah yang masih bisa dinikmati adalah PPN DTP atas transaksi pembelian kendaraan listrik baru baik roda 4 ataupun bus yang memenuhi kriteria persentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Fasilitas Pajak Ditanggung Pemerintah ini berlaku dari masa pajak April 2023 hingga masa pajak Desember 2023. Pemberian fasilitas ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023. Nantinya, setiap pembelian kendaraan listrik roda 4 akan mendapatkan fasilitas PPN DTP sebesar 10% dari harga jual dan 5% dari harga jual untuk pembelian bus.

Fasilitas Pajak Ditanggung Pemerintah juga pernah diberikan ketika awal terjadinya pandemi covid-19 untuk PPh pasal 21. Pemberian fasilitas PPh 21 DTP, pertama kali diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020. Dimana di dalam peraturan ini menjelaskan skema pemberian fasilitas PPh 21 DTP.

Beberapa syarat untuk mendapatkan fasilitas ini adalah pihak pemberi kerja termasuk dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang telah ditetntukan untuk mendapatkan insentif PPh 21 DTP atau telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, memiliki NPWP dan memiliki penghasilan bruto teratur disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta.

Pemberian fasilitasi PPh 21 DTP mengalami beberapa kali pembaharuan, karena mengikuti kondisi pandemi Covid-19. Peraturan-pertaruan tersebut adalah PMK No. 44 tahun 2020, PMK No. 86 tahun 2020, hingga PMK No. tahun 2020. Pada peraturan-peraturan tersebut, menambah kriteria pemberi kerja yang mendapatkan insentif PPh 21 DTP, yaitu pemberi kerja yang berlokasi di kawasan berikat atau pemberi kerja yang telah memiliki izin penyelenggaraan usaha di kawasan berikat.

Kemudian, pada peraturan-peraturan tersebut juga menambahkan kode KLU tertentu, sehingga semakin banyak Wajib Pajak yang mendapatkan manfaat fasilitas PPh 21 DTP. Pada peraturan tersebut, juga memperpanjang fasilitas insentif PPh 21 DTP hingga terakhir kali diperpanjang sampai Masa Pajak Desember 2021.

Dengan diberikannya insentif PPh 21 DTP ini, penghasilan para pekerja yang seharusnya dipotong pajak menjadi tidak dipotong, karena pajaknya ditanggung oleh pemerintah, sehingga penghasilan yang diterima atau Take Home Pay pegawai menjadi lebih besar.

Article is not found
Article is not found